Secangkir Wangi Teh Melati Jawa #1

Sepengamatan saya di pasar-pasar tradisional maupun swalayan di Indonesia, terdapat 4 macam teh yang paling mudah ditemui: teh melati, teh vanila, teh hitam, dan teh hijau. Teh vanila sepertinya banyak digemari di daerah Sumatra, biasanya sering kita nikmati di restoran Padang. Teh hitam dan teh hijau saya amati lebih banyak dinikmati di daerah Jakarta, mungkin juga karena efek iklan teh hijau yang mampu membantu menurunkan berat badan. Yang terakhir, teh melati, paling banyak dinikmati di daerah Jawa.

Teh melati ala Jawa mungkin jenis teh yang paling memiliki banyak merk. Saking banyaknya, ada yang sampai mengoleksi bungkus-bungkus tehnya. Masing-masing orang memiliki merk favoritnya tersendiri. Ada yang menyukai merk Tong Tjie, 2 Tang, Gopek, Botol, Sintren, Nyapu, Kepala Jenggot, dan lain-lain.

Saya menyebutnya teh melati Jawa karena memang paling banyak dikonsumsi di daerah Jawa. Di Jogjakarta dan sekitarnya, kita bisa menikmati teh melati yang disajikan nasgitel. Panas, legi (manis), dan kentel (pekat). Disajikan di dalam poci tanah liat. Aktivitasnya disebut sebagai moci (minum teh poci). Dinikmati sambil menyantap nasi kucing atau gorengan. Biasanya ditemani oleh pisang goreng sebagai sarapan. Uniknya, penjual teh di angkringan di kawasan tersebut biasanya memiliki racikan teh melati sendiri. Mereka membeli berbagai macam merk teh dan dioplos dari rumah, kemudian diseduh di tempat dagangan. Jadilah berbagai warung/angkringan tersebut memiliki teh melati dengan karakteristik mereka masing-masing.

Teh melati Jawa memang memiliki gaya penyajian yang sedikit berbeda dengan teh melati dari negara lain, China misalnya. Teh melati di China disajikan tawar. Di Jawa, teh melati justru disajikan dengan gula (biasanya gula batu), padahal kurang baik juga untuk kesehatan. Meskipun demikian, ada latar belakang dari penyajian teh melati Jawa dengan gula. Pada zaman penjajahan, teh yang berkualitas bagus dikirim ke negara penjajah untuk dinikmati orang-orang di sana; sedangkan orang Indonesia hanya kebagian teh kualitas terendah. Teh kualitas rendah ini umumnya terdiri dari batang dan daun tua, rasanya pun dominan sepat dan pahit. Maka itu disajikan dengan gula untuk menyeimbangkan rasa pahit tersebut. Teh berkualitas rendah pun aromanya tidak senikmat teh berkualitas tinggi. Umumnya beraroma langu. Untuk mengakalinya, ditambahkanlah bunga melati sebagai penambah aroma. Jadilah teh melati Jawa dengan penyajian manis.

Pertanyaan selanjutnya adalah, teh melati itu teh hitam atau teh hijau? Banyak yang mengira teh melati menggunakan teh hitam, karena warna seduhannya yang hitam kecoklatan. Padahal teh melati Jawa berbahan dasar teh hijau. Mengapa warnanya bisa gelap seperti teh hitam? Teh melati di Indonesia diolah dengan 2 kali penggorengan. Pertama daun teh digoreng (tanpa minyak, mungkin lebih tepat dioseng) di atas kuali, menjadi teh hijau kering. Kemudian teh hijau kering tersebut dilembabkan dan ditambahkan dengan bunga melati, setelah itu digoreng lagi hingga kering. Karena dua kali proses tersebutlah, teh melati Jawa menjadi berwarna gelap seperti teh hitam. Meskipun berbahan dasar teh hijau, teh melati Jawa membutuhkan perlakuan yang sama dengan teh hitam, diseduh dengan air bersuhu 100 derajat C dan lebih nikmat jika disajikan dalam teko tanah liat.

Demikian dulu pembahasan mengenai teh melati Jawa. Masih ada pembahasan lainnya mengenai teh jenis ini. Tunggu saja kelanjutannya di blog ini :).

This entry was posted on Friday, October 4, 2013 and is filed under ,,. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply